Jumat, 02 Oktober 2015

Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupa¬kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin¬dari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Pengertian ETIKA PROFESI Menurut (Murtanto dan Marini 2003),Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya  Menurut (Agoes 2004),Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi yang dimaksud adalah Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian, kecakapan profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik.

Profesi Akuntan di Indonesia terbagi menjadi empat, yaitu : 
1.    Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan / menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan laporan keuangan kepada kliennya di Indonesia atas dasar pembayaran tertentu. Mereka ini bekerja bebas dan umumnya mendirikan suatu kantor akuntan dalam waktu paling lama 6 bulan sejak izin Akuntan Publik diterbitkan. 
2.    Akuntan Pemerintah 
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Instansi Pajak. 
3.    Akuntan Pendidik 
Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi. 
4.    Akuntan Manajemen Perusahaan
Akuntan manajemen disebut juga sebagai akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan mengenai investasi jangka panjang. Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern.


Kasus Pelanggaran Kode Etik Akuntansi PT. Great River International, Tbk
 Kasus pelanggaran kode etik akuntansi pada akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasikan melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internationational, Tbk yang menyebabkan mengalami penggelembungan akun penjualan, piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan PT. Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang.
  Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh sebab itu Mentteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan lapotan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Great River tahun 2003.
  PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas uang senilai US$10.000.000 yang berasaal dari US$2.000.000 dari Revolving Credit Agreement pada 16 februari 1994 dan US$8.000.000 dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 november 1995.
   PT. Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, diluar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US$179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan Rp.1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT. Great River International, Tbk membekukan laba bersih sebesar 1,023 trilyun rupiah per september 2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membekukan rugi sebesar 11,298 milyar rupiah. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
   Lonjakan laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil restrukturisasi utang sebesar 1.277 trilyun rupiah, dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS. Great River memperoleh potongan utang sebesar 885% atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu pos-pos yang tadinya untuk membayar utang karena ada koreksi pembukuan berubah menjadi keuntungan. Secara langsung pendapata dari pos luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan, tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses renstruksi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun sejak tahun 1998 tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatangan scheme buy back (skema pembelian kembali) utang pada bulan agustus 2002.
   Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International, Tbk mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPSLB tersebut, akandimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada november 2005. Selain itu, RUPSLB juga akan meminta persetujuan soal restrukturiasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan.
Kronologi Kasus:
·         23 November 2005
Sejak Agustus 2005,Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit keuangan PT. Great River International tahun buku 2003. Bapepam menemukan adanya:
           
1.      Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
2.      Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany meyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya.Tapi tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal terebut Bapepam pada tanggal 22 November 2005 meningkatkan pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap penyidikan. Sehubungan dengan tingkat penyidikan tersebut Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.
·         29 Maret 2006
ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT. Great River International (PT GRI) yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri.
·         17 Mei 2006
Sunyoto Tanudjaja (ST) bos PT. Great River International jadi buronan keberadaanya belum diketahui. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penangkapan.
·         28 November 2006
Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi Publik PT. Great River International, Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja, dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabng kantor akuntan publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh menkeu ini merupakan tindak lanjut atas surat keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hali ini sesuai dengan keputusan menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang jasa akuntan publik sebagaiman telah diubah dengan peratuan menkeu nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa akuntan publik dikenakan sanksi pembekuan izin apabila akuntan publik yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
·         04 Desember 2006
Pengumuman oleh Bursa Efek Surabay bahwa PT. Great River International, Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan:
1.      Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember 2004 (audited)
2.      Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
3.      Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember 2005 (audited)
4.      Untuk tanggal yang berakhir pada 30 juni 2006
·         08 Desember 2006
Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir jusuf, dan Mawar yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan milyar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp.250.000.000.000 kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp.400.000.000.000. Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J.Pieter Nazar menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
·         20 Desember 2006
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke kejaksaan agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan mnjadi tersangka, termasuk pemiliknya Sundjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, akuntan publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
·         02 April 2007
Menunjuk pengumuman bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 tahun, serta kondisi PT. Great River International, Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern perusahaan tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang penghapusan pencatatan (Delisting) dan pencatatan kembali (Relisting) saham di bursa angka III.3.1, bursa menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila perusahaan tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini:
1.      Mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara financial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka,dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukan indikasi pemulihan yang memadai.
2.      Saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai hanya di perdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya 24 bulan terakhir. Atas dasar hal tersebut Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan Efek PT. Great River International, Tbk yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei 2007. Selainitu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban penyampaian laporan keuangan dan kewajiban financial perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah tahunan dan Triwulan III tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian laporan keuangan baik Auditan maupun Triwulanan tahun 2004, 2005, dan 2006 dan pembayaran biaya pencatatan tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.

Kesimpulan:

Salah satu hal yang ditekankan pasca skandal ini adalah perlunya etika profesi. Selama ini bukan berarti etika professi tidak penting bahkan sejak awal professi akuntan sudah memiliki dan terus menerus memperbaiki Kode Etik Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah aturan tentang baik dan buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan penopang untuk menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan tampaknya tidak cukup kuat menghadapi sifat sifat “selfish dan egois”, kerakusan ekonomi yang dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang bermoral rendah yang hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya.
Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta dianggap telah melakukan tindak kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great River International, Tbk secara jujur.
Menurut pengertiannya, integritas dapat berarti kepatuhan terhadap nilai-nilai moral, prinsip-prinsip, serta nilai-nilai lainnya yang terdapat dalam masyarakat pada umumnya. Pelanggaran integritas berarti seseorang telah melanggar aturan-aturan yang telah disepakati secara umum. Sedangkan objektivitas merupakan pernyataan jujur dan apa adanya terhadap suatu hal. Pelanggaran objektivitas menunjukkan bahwa seseorang telah berani melakukan tindak kebohongan / kecurangan dalam melakukan suatu hal. Kedua nilai ini, bersama dengan independensi, merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan publik agar seorang akuntan publik dapat menghasilkan suatu laporan yang sifatnya akurat dan dapat dipercaya. Tanpa adanya nilai-nilai dasar tersebut, seorang akuntan publik tidak ada bedanya dengan seorang penjahat yang tidak bermoral.













Sumber:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar